Minggu, 21 September 2014

Pentingnya Konsep Diri

Didalam Al-Quran disebutkan, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya; sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (Q.S.91:7-10). Jadi manusia diberi pengetahuan tentang hal-hal yang positif dan negatif.
Selanjutnya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan dia tempuh. Manusia punya potensi untuk menjadi jahat, sebagaimana ia juga punya potensi untuk menjadi baik.
Agama (Islam) datang untuk mempertegas konsep diri yang positif bagi umat manusia. Manusia adalah makhluk yang termulia dari segala ciptaan Tuhan (Q.S.17:70). Karena itu, ia diberi amanah untuk memimpin dunia ini (Q.S.2:30). Walaupun demikian, manusia dapat pula jatuh kederjat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh (Q.S.95:6). Keimanan akan membimbing kita untuk membentuk konsep diri yang positif, dan konsep diri yang positif akan melahirkan perilaku yang positif pula, yang dalam bahasa agama disebut amal sholeh. Tidak sedikit ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Quran yang menyebut kata iman dan diiringi oleh kata amal (allazina amanu wa amilus-sholihat), ini bukan saja menunjukkan eratnya hubungan diantara keduanya, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya iman dan amal tersebut, sehingga nilai seseorang ditentukan oleh iman dan amalnya juga. Sesungguhnya Allah Taala tidak akan melihat kepada bentuk (rupa) kamu, tidak pula keturunan (bangsa) kamu, tidak juga harta kamu; tetapi , ia melihat kepada hati kamu dan amal perbuatan kamu. (H.R.At-Thabrani). Semua manusia adalah sama disisi Allah, yang lebih mulia hanyalah orang yang paling bertakwa (Q.S.49:13).
Memang diakui adanya kemungkinan seseorang akan dapat dipengaruhi oleh lingkungan teman sepergaulannya sebagai reference group (Q.S.2:14; 17:73; 37:51-53; 41:25; 43:67) dan bujuk rayu syaithon (Q.S.4:38; 6:43;8:48; 25:28-29; 27:24), tetapi semua itu tidak akan berbekas jika seseorang memiliki keimanan yang tangguh (Q.S.5:105; 17:65). Itulah sebabnya Rasulullah saw. menghabiskan masa 13 tahun di Mekah untuk menanamkan keimanan kepada para pengikutnya.
Para psikolog modern dikemudian hari menyadari betapa pentingnya nama dalam membentuk konsep diri, secara tak sadar orang akan didorong untuk memenuhi citra (image) yang terkandung didalam namanya. TeoriLabelling (penamaan) menjelaskan kemungkinan seseorang menjadi jahat karena masyarakat menamainya atau menggelarinya sebagai penjahat. Berilah gelar anak anda si nakal, insya Allah seumur hidup ia akan tetap nakal.  Memang boleh jadi orang akan berperilaku yang bertentangan dengan namanya. Amin mungkin menjadi penipu, tetapi nama itu akan meresahkan batinnya. Ia boleh jadi mengganti namanya, atau mengubah perilakunya.
Islam juga menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak, terutama dalam keluarga. Pendidikan yang diterima seseorang dimasa kecil akan dapat mempengaruhi konsep dirinya dikemudian hari. Banyak orang tua yang kurang memahami makna pendidikan; mereka beranggapan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan hanyalah pendidikan yang disengaja saja (seperti mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak, dan lain sebagainya) yang ditujukan kepada objek didik, yaitu anak. Yang lebih penting adalah keadaan dan suasana rumah tangga, keadaan jiwa ibu bapak,hubungan antara satu sama lainnya, dan sikap mereka terhadap rumah tangga dan anak-anak. Segala persoalan orang tua itu akan mempengaruhi jiwa anak-anak, dan akan ikut membentuk konsep diri mereka. Karena itu keluarga dituntut supaya memberikan ketenteraman (sakinah), kasih sayang (mawaddah wa rahmah) dan rasa aman kepada anak-anak. Nabi berkata: Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling penyayang terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling sayang terhadap keluargaku. Beliau menunjukkan contoh bagaimana ia menyayangi putrinya Fatimah. Pada saat anak perempuan dipandang rendah, beliau mengangkat Fatimah. Bila nabi tengah berada dalam majelis dan melihat Fatimah datang, ia segera bangkit. Tidak jarang beliau mencium tangan Fatimah didepan para sahabatnya, – cium penghormatan dan kasih sayang sekaligus. Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang kecil katanya. Tentang suasana rumah tangganya nabi berkata: Rumah tanggaku adalah surgaku.
Bila orang tua gagal memberikan kasih sayang kepada anak-anaknya, mereka tak akan mampu mencintai orang tua mereka. Dalam pergaulan sosial pun mereka tak akan mampu mencitai atau menyayangi orang lain. Pada tahun 1960-an para psikolog terpesona oleh penelitian yang dilakukan oleh Harry Harlow, dengan memisahkan anak-anak monyet dari induknya, kemudian ia mengamati pertumbuhannya. Monyet-monyet itu ternyata menunjukkan perilaku yang menyimpang, selalu ketakutan, tidak dapat menyesuaikan diri, dan sangat mudah terkena penyakit. Setelah monyet-monyet itu besar dan melahirkan pula, mereka menjadi ibu-ibu yang kejam dan berbahaya, mereka tidak memperdulikan anak-anaknya dan seringkali melukai mereka. Parapsikolog menyebut situasi tanpa ibu itu dengan maternal deprivation.
Walaupun tidak diadakan percobaan terhadap anak-anak manusia sebagaimana yang dilakukan terhadap monyet-monyet tadi, tetapi para peneliti menemukan gejala yang sama pada anak-anak yang mengalami maternal deprivation pada awal kehidupan mereka. Pada manusia pemisahan anak dari orang tua ini dapat terjadi secara fisik (karena perceraian misalnya, atau meninggal) dan dapat pula terjadi secara psikologis (tidak terpisah secara fisik, tetapi tidak mendapat kasih sayang secara memadai), yang kedua ini disebutmasked deprivation (deprivasi terselubung). Ini dapat terjadi misalnya karena orang tua terlalu sibuk bekerja, sehingga tidak sempat memberikan kasih sayang mereka kepada anak-anaknya. Anak yang mengalami deprivasi cenderung menderita kecemasan, merasa tidak tenteram, rendah diri, kesepian, agresif, cenderung melawan orang tua, dan pertumbuhan kepribadian mereka mengalami keterlambatan, mereka sukar belajar. Bila berumah tangga, mereka cenderung menjadi bapak atau ibu yang tidak mampu menyayangi anak-anaknya. James Coleman menyebut kekurangan kasih sayang tersebut dalam Abnormal Psychology and Modern Life, sebagai Communicable Disease (penyakit menular). Itulah sebabnya Rasul menekankan perlunya membina kasih sayang dalam keluarga.
konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap, peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa. Hubungan tatap muka dalam kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada individu tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Dan dalam proses perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan sekaligus terdistorsi oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan sangat dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari lingkungannya.
Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan. Konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar